Listen

My New Novel

Minka, Kohaku, dan Mataair Airmata

10:07:00 PM Nikotopia 2 Comments

Dear Friends
Saya menulis cerita ini sebab di Group KinoMedia Writer Academy, sedang ada yang namanya Tantangan menulis cerita sesuai peraturan dari Admin Minka. 


Peraturannya adalah meneruskan Minka yang tokoh utama jatuh karena apa dan boleh memasukkan satu karakter dari film mana pun. 

Selesai deadline Kelas Internasional saya pun mencoba mengetiknya dengan buru-buru, karena baterei ponsel sisa 45% ditemani lagu James Blunt dan Soundtrack Spirited Away. saya pun menulis, dan jelas tokoh yang saya masukan disini, Haku Sang Roh Sungai Kohaku di film Spirited Away ia cowok tampan bermata tajam, dengan rambut lurus dan berpakaian kimono lelaki. Tapi wujud aslinya adalah Naga Putih, dengan dua surai di wajah, berbulu hijau muda dari kepala hingga ekor. 

Saya penggemar berat Karya Hayao Miyazaki, Spirited Away, Ponyo, The Borrorwer Arriety yang paling jadi favorite saya. Hayao Miyazaki selalu menyentuh isu tentang lingkungan, namun dilapisi fantasy ceritanya. seperti Spirited Away tentang sungai yang kotor, Arriety tentang punahnya Bangsa Manusia kecil karena Iklim.

Maka ketika di Group Kino ada tantangan memasukkan tokoh film saya pun ikut ambil bagian. Memeriahkan.

Dan dibawah inilah Cerita buatan saya. Daaaannn... tunggu Tanggal Mainnya, semoga lancar perjalanan karya terbaru saya, Omnibook/Kumpulan Cerpen semoga juga sama kerennya seperti Karya Hayao Miyazaki. 

Gambar di atas diambil di Instagram dengan menuliskan Spirited Away, Lalu diedit dengan Aplikasi PicsArt.

Minka, Kohaku, dan Mataair Airmata
--Ode to Hayao Miyazaki & Studio Ghibli.

Itu adalah sore yang sangat membuatku kesepian. Saat aku duduk disalah satu ayunan di sudut taman, imajinasiku membawaku berlayar sendiri dalam dunia asing tanpa kawan. Tak kuduga leher bajuku ada yang menarik ke belakang, membuyarkan lamunan dan aku terjerembab. Kurasakan sedikit ngilu dipunggung, amarah berdebur dihati. Dengan cepat aku bangkit dan akan kusembur makian pada orang yang membuatku jatuh. Saat berbalik, aku terhenyak, tidak memercayai apa yang aku lihat. Di hadapanku, seekor naga putih dengan dua surai panjang di wajah, dan bulu berwarna hijau muda yang meliuk anggun bagai api dari kepala, punggung hingga ekor. Aku tahu, ia adalah---

Hallo, Minka. Aku Kohaku, aku berbicara lewat bahasa hati, Kita tidak perlu berbicara lagi. Biar hati kita dan alam semesta saja yang memahami. Aku tercekat, suaranya rendah dan merdu, seperti bagian dari suara gemuruh air terjun yang melodius. Membius. Suaranya bergema di dalam diriku. Aku tersihir melihat Kohaku yang matanya tersenyum memandangiku. Kohaku segera berbaring ditanah. Naiklah ke punggungku, Minka. Aku mendadak rikuh. Maka aku berbisik, ta-tapi. Kohaku tertawa pelan. Ayolah, Waktu sekarang berlari lebih cepat dari angin. Dan lagi kita Hidup untuk merasakan banyak hal di bumi bahkan di khayangan. Ada sesuatu yang berharga yang ingin kubagikan padamu, Minka. Percayalah padaku, teman. Entah bagaimana kata-katanya sanggup membuatku percaya. Maka aku menaiki punggungnya, tanpa bisa kukendalikan aku memekik ketika Kohaku bangkit dan tubuhnya menyentak, tanganku mencengkeram erat bulu hijaunya, lalu kami melesat di udara. Angin menerpa lembut wajahku, rambutku melecut-lecut dibuai tarian angin. Ada sensasi ringan di dalam diriku. Jadi inikah rasanya kebebasan? Di depanku pemandangan paling menakjubkan, melihat matahari sore diantara awan-gemawan.

Minka, aku ingin bercerita tentang Para Roh Penjaga Sungai kini mereka tampak kotor, tubuh mereka ditutupi sampah-sampah, hingga mereka membusuk. Mendengar hal itu aku merasa ngilu, aku sadar memang masih banyak sekali manusia yang membuang sampah ke sungai. Iya, Minka aku pun tidak bisa menyalahkan manusia. Beberapa dari mereka lupa, bahwa air adalah sumber kehidupan. Bahwa air begitu berharga lebih dari intan permata. Aku menyadari juga hal itu. Tanpa dinyana, aku memekik merasakan hatiku turun ke perut, sebab Kohaku meluncur turun dengan cepat. Disekelilingku awan-awan seperti melesat meninggalkanku. Dengan sekali meliuk Kohaku berhenti meluncur dan di bawah sana, kami melihat lautan yang pinggiran pantai dipenuhi sampah. Aku nanar melihat sampah-sampah itu mengambang di permukaan air. Sadarkah engkau Minka, bahwa sampah-sampah ini berasal dari peradaban manusia dan kami para Roh Penjaga tidak berdaya untuk menghancurkan sampah-sampah itu. Tugas kami hanya menjaga sungai mengalir menuju samudera. Kamu tahu Minka, siklus air yang berputar, dari laut menguap menjadi awan dan jatuh ke bumi untuk ditakdirkan mengalir menjadi sungai dan kembali ke samudera. Aku mengangguk pelan. Sesaat mataku menangkap sesuatu diantara sampah yang mengapung. Kohaku, disana! Tunjukku. Tolong kamu terbang rendah, aku melihat seekor burung camar! Kohaku meliuk lalu terbang ke arah yang aku tunjuk. Saat sebelum mendekat hatiku begitu pedih. Seekor burung camar terbelit potongan leher botol minuman di kepalanya dan sebagian tubuhnya ditutupi minyak hitam, seperti oli. Tanpa bisa kutahan lagi, aku meloncat turun dari punggung Kohaku. Aku tidak peduli kuyup, aku terus berenang diantara sampah-sampah, mendekati burung camar yang berjuang mengepakkan sayap. Aku meraihnya dan perlahan aku mencoba melepaskan potongan leher botol plastik dari kepalanya. Tubuhnya kubasuh air laut, tetapi percuma hanya membuat tubuhnya makin hitam dan lengket. Kohaku segera meluncur ke dalam air dan tak kuduga ia muncul naik dengan aku dipunggungnya kembali. Kami merayap lagi ke langit. Sebaiknya kita taruh dia disarang yang hangat. Kohaku berkata lembut, kurasakan ada kehangatan mengambang di mataku, lalu jatuh menggores pipi. Aku terisak dan memeluk burung camar yang tidak berdaya.

Kohaku terbang menuju tebing dan disana ada lubang dengan sarang yang lama ditinggalkan. Ia akan aman disana, Minka. Maka aku pun menaruh burung camar itu di dalam sarang, dan sesaat burung camar itu berkoak lemah, seolah mengucapkan terima kasih. Sungguh aku sesenggukan, Kohaku pun melesat kembali pergi meninggalkan terbing. Kurasakan angin menampar-nampar wajahku, dan baju basahku pun perlahan mengering. Minka, aku ingin kamu membantuku. Sebab aku benar-benar membutuhkan bantuanmu. Tanganku bergerak menghapus airmata. Bantuan apa, Kohaku? Bisik hatiku. Kohaku lalu meliukan tubuhnya dan melesat secepat kilat. Aku menunduk berpegangan erat. Hingga kami sampai di atas sebuah gunung, dan kami terbang merendah. Kami memasuki hutan lebat, melewati pepohonan tinggi dan akhirnya Kohaku mendarat di sebuah telaga hijau yang airnya bening, sinar matahari mencoba menerobos lewat sela-sela dedaunan pohon-pohon. Membuat aku bisa melihat batu-batu didasar telaga. Galur-galur cahayanya jatuh ke permukaan telaga. Ini mataair airmata, ujar Kohaku. Kemudian kudengar suara gema geraman berat dan ditengah telaga airnya bergolak, dari bawah muncul kepala naga dengan bulu berwarna biru cerah. Kenalkan ia sahabatku, Banyu Biru. Aku melambaikan tangan pada Banyu Biru yang matanya tersenyum balik kepadaku, dan aku bingung kenapa dari mata biru itu keluar airmata. Kenapa ia menangis, Kohaku? Tanyaku. Kohaku terkekeh, ia menangis bahagia, Minka, sebab airmatanya adalah kemurnian segara gunung. Mata air ini pun untuk kehidupan manusia, Banyu Biru menangis bahagia demi Manusia agar air terus ada. Aku tercenung mendengarnya. Minka, suara lembut Banyu Biru ternyata ia naga perempuan. Maukah kau menjaga air, sungai dan laut agar tidak kotor? Aku terenyuh lalu aku mengangguk. Terima kasih, Minka. Banyu Biru membungkukkan kepalanya. Aku mengurai senyum paling tulus. Kohaku memberi isyarat agar aku naik kembali ke punggungnya. Hatimu sebening airmataku, tulus dan baik. Ucap Banyu Biru. Kohaku lalu melesat cepat meliuk melewati pepohonan dan kembali mengangkasa.

Kohaku, aku bahagia kamu memperlihatkan hal terpenting di dunia ini. Tiba-tiba saja aku mendengar bunyi lembut yang menggelitik telinga, bunyi gemerincing ribuan bel mungil. Entah suara dari mana, saat aku melihat ekor Kohaku, sisik-sisik putih tubuh Kohaku memburai lepas, aku panik. Kohaku! Kohaku! Tanganku licin, aku berteriak sebab angin membuatku jatuh dari punggungnya, aku berusaha terbang, agar tidak jatuh ke bumi. Namun mataku terus melihat seluruh tubuh Kohaku berubah menjadi lelaki seumuranku. Ia tersenyum dan melesat menangkap tanganku. Jangan takut, Minka aku tidak akan pernah membuatmu jatuh. Tubuhku gemetaran. Kamu harus nikmati terbang bebas bersamaku, ucap Kohaku. Lalu kami melesat cepat, Kohaku membentangkan tangannya. Ayo Minka bentangkan tanganmu juga. Aku mencoba membentangkan tangan dan aku pun tertawa merasakan nikmatnya terbang bersama Kohaku. Hidup memang penuh petualangan terhebat. Aku percaya itu. Kami pun melayang rendah, kembali ke taman. Ada perasaan sedih menyusup ke hatiku. Kohaku mengusap pipiku, jangan sedih, jangan merasa kau tidak punya kawan. Aku kawanmu, Minka. Mataku kembali berkaca-kaca, wajah tampan Kohaku memburam. Aku menundukkan kepala. Minka, aku pasti akan datang lagi, tapi berjanjilah padaku. Maukah kamu menceritakan ini pada teman-temanmu, tentang mata air, tentang sungai, tentang laut. Ceritakanlah pada mereka, air adalah sumber kehidupan, tanpanya kita semua tidak mungkin hidup. Kita harus menjaganya, jangan dikotori dengan sampah. Pun aku, tanpa air, aku akan menghilang hanya menjadi debu. Kali ini aku terisak membayangkan Kohaku menjadi debu. Kurasakan Kohaku mendekatiku dan ia meleburkanku dalam pelukannya. Kau mirip Chihiro, rapuh namun disaat yang lain begitu tangguh. Kohaku melepaskan pelukan. Mataku meneteskan aliran sungai paling deras. Sampai bertemu lagi, Minka. Kohaku mundur selangkah dan wajah Kohaku yang dengan senyum manis menghilang, tergantikan wujud Naga Putih dengan bulu hijau. Aku segera berlari dan memeluk wajah naga Kohaku. Aku pasti akan mengabari semua teman-temanku, semua orang dan semua penulis di bumi, untuk menjaga air, sungai dan laut. Terima kasih, Kohaku. Terima kasih. Kudengar Kohaku terkekeh pelan, Minka, selamat menikmati, Hidup. Sampai jumpa lagi. Aku melepas pelukan, Kohaku berbalik dan melesat terbang menghilang di balik awan berwarna persik. Aku pun harus pulang. Hatiku disusupi bahagia dan keindahan yang tak kupahami. Ada denyut yang kupahami seperti Cinta. Ya aku bahagia. Kukepakkan lembut tangan, aku melayang. Menikmati sisa sore yang hampir tandas dilahap malam. Aku kembali ke khayangan.

29 November 2015, Suatu siang sehabis hujan deras.





2 comments: