Minka, Kohaku, dan Mataair Airmata
Saya menulis
cerita ini sebab di Group KinoMedia Writer Academy, sedang ada yang namanya
Tantangan menulis cerita sesuai peraturan dari Admin Minka.
Peraturannya
adalah meneruskan Minka yang tokoh utama jatuh karena apa dan boleh memasukkan
satu karakter dari film mana pun.
Selesai deadline
Kelas Internasional saya pun mencoba mengetiknya dengan buru-buru, karena baterei
ponsel sisa 45% ditemani lagu James Blunt dan Soundtrack Spirited Away. saya
pun menulis, dan jelas tokoh yang saya masukan disini, Haku Sang Roh Sungai
Kohaku di film Spirited Away ia cowok tampan bermata tajam, dengan rambut lurus
dan berpakaian kimono lelaki. Tapi wujud aslinya adalah Naga Putih, dengan dua
surai di wajah, berbulu hijau muda dari kepala hingga ekor.
Saya penggemar
berat Karya Hayao Miyazaki, Spirited Away, Ponyo, The Borrorwer Arriety yang
paling jadi favorite saya. Hayao Miyazaki selalu menyentuh isu tentang
lingkungan, namun dilapisi fantasy ceritanya. seperti Spirited Away tentang
sungai yang kotor, Arriety tentang punahnya Bangsa Manusia kecil karena Iklim.
Maka ketika di Group Kino ada tantangan memasukkan tokoh film saya pun ikut ambil bagian. Memeriahkan.
Dan dibawah inilah Cerita buatan saya. Daaaannn... tunggu Tanggal Mainnya, semoga lancar perjalanan karya terbaru saya, Omnibook/Kumpulan Cerpen semoga juga sama kerennya seperti Karya Hayao Miyazaki.
Maka ketika di Group Kino ada tantangan memasukkan tokoh film saya pun ikut ambil bagian. Memeriahkan.
Dan dibawah inilah Cerita buatan saya. Daaaannn... tunggu Tanggal Mainnya, semoga lancar perjalanan karya terbaru saya, Omnibook/Kumpulan Cerpen semoga juga sama kerennya seperti Karya Hayao Miyazaki.
Gambar di atas
diambil di Instagram dengan menuliskan Spirited Away, Lalu diedit dengan
Aplikasi PicsArt.
--Ode to Hayao
Miyazaki & Studio Ghibli.
Itu adalah sore
yang sangat membuatku kesepian. Saat aku duduk disalah satu ayunan di sudut
taman, imajinasiku membawaku berlayar sendiri dalam dunia asing tanpa kawan.
Tak kuduga leher bajuku ada yang menarik ke belakang, membuyarkan lamunan dan
aku terjerembab. Kurasakan sedikit ngilu dipunggung, amarah berdebur dihati.
Dengan cepat aku bangkit dan akan kusembur makian pada orang yang membuatku
jatuh. Saat berbalik, aku terhenyak, tidak memercayai apa yang aku lihat. Di
hadapanku, seekor naga putih dengan dua surai panjang di wajah, dan bulu
berwarna hijau muda yang meliuk anggun bagai api dari kepala, punggung hingga
ekor. Aku tahu, ia adalah---
Hallo, Minka. Aku
Kohaku, aku berbicara lewat bahasa hati, Kita tidak perlu berbicara lagi. Biar
hati kita dan alam semesta saja yang memahami. Aku tercekat, suaranya rendah
dan merdu, seperti bagian dari suara gemuruh air terjun yang melodius. Membius.
Suaranya bergema di dalam diriku. Aku tersihir melihat Kohaku yang matanya
tersenyum memandangiku. Kohaku segera berbaring ditanah. Naiklah ke punggungku,
Minka. Aku mendadak rikuh. Maka aku berbisik, ta-tapi. Kohaku tertawa pelan.
Ayolah, Waktu sekarang berlari lebih cepat dari angin. Dan lagi kita Hidup
untuk merasakan banyak hal di bumi bahkan di khayangan. Ada sesuatu yang
berharga yang ingin kubagikan padamu, Minka. Percayalah padaku, teman. Entah
bagaimana kata-katanya sanggup membuatku percaya. Maka aku menaiki punggungnya,
tanpa bisa kukendalikan aku memekik ketika Kohaku bangkit dan tubuhnya
menyentak, tanganku mencengkeram erat bulu hijaunya, lalu kami melesat di
udara. Angin menerpa lembut wajahku, rambutku melecut-lecut dibuai tarian
angin. Ada sensasi ringan di dalam diriku. Jadi inikah rasanya kebebasan? Di
depanku pemandangan paling menakjubkan, melihat matahari sore diantara awan-gemawan.
Minka, aku ingin
bercerita tentang Para Roh Penjaga Sungai kini mereka tampak kotor, tubuh
mereka ditutupi sampah-sampah, hingga mereka membusuk. Mendengar hal itu aku
merasa ngilu, aku sadar memang masih banyak sekali manusia yang membuang sampah
ke sungai. Iya, Minka aku pun tidak bisa menyalahkan manusia. Beberapa dari
mereka lupa, bahwa air adalah sumber kehidupan. Bahwa air begitu berharga lebih
dari intan permata. Aku menyadari juga hal itu. Tanpa dinyana, aku memekik
merasakan hatiku turun ke perut, sebab Kohaku meluncur turun dengan cepat.
Disekelilingku awan-awan seperti melesat meninggalkanku. Dengan sekali meliuk
Kohaku berhenti meluncur dan di bawah sana, kami melihat lautan yang pinggiran
pantai dipenuhi sampah. Aku nanar melihat sampah-sampah itu mengambang di
permukaan air. Sadarkah engkau Minka, bahwa sampah-sampah ini berasal dari
peradaban manusia dan kami para Roh Penjaga tidak berdaya untuk menghancurkan
sampah-sampah itu. Tugas kami hanya menjaga sungai mengalir menuju samudera. Kamu
tahu Minka, siklus air yang berputar, dari laut menguap menjadi awan dan jatuh
ke bumi untuk ditakdirkan mengalir menjadi sungai dan kembali ke samudera. Aku
mengangguk pelan. Sesaat mataku menangkap sesuatu diantara sampah yang
mengapung. Kohaku, disana! Tunjukku. Tolong kamu terbang rendah, aku melihat
seekor burung camar! Kohaku meliuk lalu terbang ke arah yang aku tunjuk. Saat
sebelum mendekat hatiku begitu pedih. Seekor burung camar terbelit potongan
leher botol minuman di kepalanya dan sebagian tubuhnya ditutupi minyak hitam,
seperti oli. Tanpa bisa kutahan lagi, aku meloncat turun dari punggung Kohaku.
Aku tidak peduli kuyup, aku terus berenang diantara sampah-sampah, mendekati
burung camar yang berjuang mengepakkan sayap. Aku meraihnya dan perlahan aku
mencoba melepaskan potongan leher botol plastik dari kepalanya. Tubuhnya
kubasuh air laut, tetapi percuma hanya membuat tubuhnya makin hitam dan
lengket. Kohaku segera meluncur ke dalam air dan tak kuduga ia muncul naik
dengan aku dipunggungnya kembali. Kami merayap lagi ke langit. Sebaiknya kita
taruh dia disarang yang hangat. Kohaku berkata lembut, kurasakan ada kehangatan
mengambang di mataku, lalu jatuh menggores pipi. Aku terisak dan memeluk burung
camar yang tidak berdaya.
Kohaku terbang menuju
tebing dan disana ada lubang dengan sarang yang lama ditinggalkan. Ia akan aman
disana, Minka. Maka aku pun menaruh burung camar itu di dalam sarang, dan
sesaat burung camar itu berkoak lemah, seolah mengucapkan terima kasih. Sungguh
aku sesenggukan, Kohaku pun melesat kembali pergi meninggalkan terbing.
Kurasakan angin menampar-nampar wajahku, dan baju basahku pun perlahan
mengering. Minka, aku ingin kamu membantuku. Sebab aku benar-benar membutuhkan
bantuanmu. Tanganku bergerak menghapus airmata. Bantuan apa, Kohaku? Bisik
hatiku. Kohaku lalu meliukan tubuhnya dan melesat secepat kilat. Aku menunduk
berpegangan erat. Hingga kami sampai di atas sebuah gunung, dan kami terbang
merendah. Kami memasuki hutan lebat, melewati pepohonan tinggi dan akhirnya Kohaku
mendarat di sebuah telaga hijau yang airnya bening, sinar matahari mencoba
menerobos lewat sela-sela dedaunan pohon-pohon. Membuat aku bisa melihat
batu-batu didasar telaga. Galur-galur cahayanya jatuh ke permukaan telaga. Ini
mataair airmata, ujar Kohaku. Kemudian kudengar suara gema geraman berat dan
ditengah telaga airnya bergolak, dari bawah muncul kepala naga dengan bulu
berwarna biru cerah. Kenalkan ia sahabatku, Banyu Biru. Aku melambaikan tangan
pada Banyu Biru yang matanya tersenyum balik kepadaku, dan aku bingung kenapa
dari mata biru itu keluar airmata. Kenapa ia menangis, Kohaku? Tanyaku. Kohaku
terkekeh, ia menangis bahagia, Minka, sebab airmatanya adalah kemurnian segara
gunung. Mata air ini pun untuk kehidupan manusia, Banyu Biru menangis bahagia
demi Manusia agar air terus ada. Aku tercenung mendengarnya. Minka, suara
lembut Banyu Biru ternyata ia naga perempuan. Maukah kau menjaga air, sungai
dan laut agar tidak kotor? Aku terenyuh lalu aku mengangguk. Terima kasih,
Minka. Banyu Biru membungkukkan kepalanya. Aku mengurai senyum paling tulus.
Kohaku memberi isyarat agar aku naik kembali ke punggungnya. Hatimu sebening
airmataku, tulus dan baik. Ucap Banyu Biru. Kohaku lalu melesat cepat meliuk
melewati pepohonan dan kembali mengangkasa.
Kohaku, aku
bahagia kamu memperlihatkan hal terpenting di dunia ini. Tiba-tiba saja aku
mendengar bunyi lembut yang menggelitik telinga, bunyi gemerincing ribuan bel
mungil. Entah suara dari mana, saat aku melihat ekor Kohaku, sisik-sisik putih
tubuh Kohaku memburai lepas, aku panik. Kohaku! Kohaku! Tanganku licin, aku
berteriak sebab angin membuatku jatuh dari punggungnya, aku berusaha terbang,
agar tidak jatuh ke bumi. Namun mataku terus melihat seluruh tubuh Kohaku
berubah menjadi lelaki seumuranku. Ia tersenyum dan melesat menangkap tanganku.
Jangan takut, Minka aku tidak akan pernah membuatmu jatuh. Tubuhku gemetaran.
Kamu harus nikmati terbang bebas bersamaku, ucap Kohaku. Lalu kami melesat
cepat, Kohaku membentangkan tangannya. Ayo Minka bentangkan tanganmu juga. Aku
mencoba membentangkan tangan dan aku pun tertawa merasakan nikmatnya terbang
bersama Kohaku. Hidup memang penuh petualangan terhebat. Aku percaya itu. Kami
pun melayang rendah, kembali ke taman. Ada perasaan sedih menyusup ke hatiku.
Kohaku mengusap pipiku, jangan sedih, jangan merasa kau tidak punya kawan. Aku
kawanmu, Minka. Mataku kembali berkaca-kaca, wajah tampan Kohaku memburam. Aku
menundukkan kepala. Minka, aku pasti akan datang lagi, tapi berjanjilah padaku.
Maukah kamu menceritakan ini pada teman-temanmu, tentang mata air, tentang
sungai, tentang laut. Ceritakanlah pada mereka, air adalah sumber kehidupan,
tanpanya kita semua tidak mungkin hidup. Kita harus menjaganya, jangan dikotori
dengan sampah. Pun aku, tanpa air, aku akan menghilang hanya menjadi debu. Kali
ini aku terisak membayangkan Kohaku menjadi debu. Kurasakan Kohaku mendekatiku
dan ia meleburkanku dalam pelukannya. Kau mirip Chihiro, rapuh namun disaat
yang lain begitu tangguh. Kohaku melepaskan pelukan. Mataku meneteskan aliran
sungai paling deras. Sampai bertemu lagi, Minka. Kohaku mundur selangkah dan
wajah Kohaku yang dengan senyum manis menghilang, tergantikan wujud Naga Putih
dengan bulu hijau. Aku segera berlari dan memeluk wajah naga Kohaku. Aku pasti
akan mengabari semua teman-temanku, semua orang dan semua penulis di bumi,
untuk menjaga air, sungai dan laut. Terima kasih, Kohaku. Terima kasih.
Kudengar Kohaku terkekeh pelan, Minka, selamat menikmati, Hidup. Sampai jumpa
lagi. Aku melepas pelukan, Kohaku berbalik dan melesat terbang menghilang di
balik awan berwarna persik. Aku pun harus pulang. Hatiku disusupi bahagia dan
keindahan yang tak kupahami. Ada denyut yang kupahami seperti Cinta. Ya aku
bahagia. Kukepakkan lembut tangan, aku melayang. Menikmati sisa sore yang
hampir tandas dilahap malam. Aku kembali ke khayangan.
29 November 2015, Suatu siang sehabis hujan deras.
Makasih udah berpartisipasi, Nikotopia.. :)
ReplyDeleteIya, Mbak Annisa (^n ^)
Delete