Falun Dafa Minggu Kedua
Malam
sebelum besoknya mengikuti Falun Dafa, saya dan Andhika saling whatsapp,
bukannya tidur tapi malah saling chat sampai jam dua pagi, masih mengurusi
editor buku yang umurnya masih piyik dan mengaku pengecut, tetapi masih
menyalahkan saya sebagai orang yang menyeragamkan pikiran, kesukaan, buku, juga
joke tentang Torpedo alias K*nt*l. Kami mengobrol masalah Torpedo dan Bibik
Andhika yang menjodohkannya dengan perempuan, Andhika hanya modal lontong, Torpedo
untuk meminangnya. Ini Joke yang lucu, mengingat Andhika Hidupnya penuh dengan
tragic-comedy yang menginspirasi saya untuk membuat cerita lucu.
Saya cuma membatin,
bego banget, nyalahin gue gara-gara K*nt*l! Aduuuhhh dia nggak inget apa, ikut
ketawa saat ngomongin K*nt*l. Nyalahin sesama Editor Buku yang mengerjakan
bukunya, yang dia takut menghadapi, dan merasa kehilangan Jati Diri. Ya Tuhan
malah dia ngabur dan bilang dirinya pengecut, dan menyalahkan saya. Astaga. Udah
kabur meninggalkan kerusakan, mengaku pengecut, tapi nyalahin orang. Apa itu
namanya?!
Saya sudah
sangat malas menanggapi cowok labil, galau dan alay yang nggak jelas hidupnya, dan
merusak sebuah hubungan pertemanan. Saya ikhlaskan dan saya relakan
kepergiannya dari pertemanan, meski sudah merusak banyak hal. Tapi kasihan saya
sama dia, ketololannya nggak bisa melihat apa yang dia rusak dibelakangnya. Saya anggap dia belum sadar, belum terpanggil untuk Sadar.
Andhika
menendesnya tegas, tetapi bocah piyik ini masih mengelak, saya bilang udah
lupakan saja orang kayak gitu. Delete saja dalam Hidup. Biar tuntas, dan nggak bikin
dia kepikiran, kasihan dia sampe ceking stres sendiri, dan selalu bersolilokui.
Jadi saya Let Go. Saya memaafkan sikap tololnya dan merelakan dia. Selamat Hidup.
Lalu saya
dan Andhika saling pamit, tidur. Dan itu setengah tiga pagi. Saya baca buku
sebentar. Jam 3 pagi pun tidur. Sampai jam setengah enam saya terbangun dan
langsung mandi. Jam 6 saya menjemput Andhika dan Vita di MC’D Graha Raya
Bintaro. Suasana pagi bikin saya bersemangat. Apalagi banyak orang di sepanjang
jalan Graha Raya, ada yang lari pagi, sarapan, senam bareng. Minggu pagi yang
penuh energi.
Pukul
setengah tujuh, Andhika dan Vita baru tiba, dan kami langsung tancap gas ke
Taman Kota 1 BSD City. Parkiran penuh, kami bingung, sampai seorang Ibu bilang,
masuk ke parkiran masjid Al-Azhar aja. kami pun segera ke sana, ndelalah sepi. Yosh!
Kami pun memarkir sepeda motor kami.
Kami agak
telat sekitar lima menit, saat melihat Pak Gito, Pak Bima, Pak Agus, dan Pak
Adi, kami segera bersalaman dan ikut latihan. Praktisi yang memberi contoh Pak
Eko. Saya membatin, kita lihat apakah Andhika dan Vita akan mengeluh seperti
saya di awal latihan.
Dan saya pun
mulai mengikuti gerakan dan menikmati momen saat itu. gerakan-gerakannya lembut
dan tenang, tetapi memang membuatt badan pegel semua, tapi ketika di gerakan
terakhir. Meditasi full, saya meniatkan kaki saya mati rasa bodo amat. Karena saya
niat. Dan yah meditasi itu saya nikmati benar-benar musiknya tanpa berpikir
apapun. Sejati, Sabar, Baik.
Selesai
meditasi, kaki saya yang ditekuk duduk sila ala Buddha, kram, darah mengalir
membuat saya sedikit hadeehh... tapi badan saya selesai kaki saya normal
kembali, saya mendapatkan energi yang luar biasa. badan enteng, pikiran juga
enteng, mengingat si editor buku, saya anggap dia cuma bagian Fenomena Hidup
saya, semua pasti berlalu. Saya mengingat buku-buku saya yang dia pinjam, otak
saya memberitahu, sudah ikhlasin, kan ada buku diskonan, dan saya tersenyum
bahagia.
Saya mulai
merelakan orang-orang yang datang dan pergi dalam hidup saya. Bicara saya yang
pedes dan tegas, itulah saya, mereka tidak nerima derita mereka, saya dari awal
selalu bilang sama semua orang yang bermain dengan saya, mulut saya ini tajem,
kalo nggak tahan atau sakit hati bilang. Ternyata ada yang betah, Andhika dan
Mbak Kunti yang tiap hari saya sindir, saya omelin, saya cerewetin nggak marah.
Apalagi Aniz, yang dari kecil kenal saya, nggak ada sakit hati, saya pernah
bilang sakit hati sama Aniz, dia Cuma ketawa, sahabat yang baik adalah sahabat
yang mendorong sahabatnya ke Jurang Kenyataan, bukan Jurang Ilusi. Ternyata bisa
saya katakan mereka orang yang menerima kenyataan seperti saya dan berani
mengatakan dengan tegas jika omongan saya yang salah. Yah, saya kasihan pada dia
yang sakit hati tapi nggak berani ngomong, malah kabur dari pertemanan. *Ngakak
Iblis. Astaga ada yah orang kayak gini. Tetapi saya belajar untuk menerima
perubahan orang yang berubah dalam kurun waktu satu hari. Dan saya menerima itu
dengan legowo *Hastag Aku Rapopo. *Ngakak Guling-Guling
Minggu Kedua
Falun Dafa yang paling seru adalah, ketika kami duduk bersama dan diskusi, saya
mengungkapkan mencari buku Falun Dafa tapi tidak saya temukan di toko buku
besar yang notabene saya tahu politik di dalamnya. *Malesin banget.
Pak Gito
malah berinisiatif akan membawa bukunya dan saya niat akan membelinya. Jadi Minggu
ketiga nanti, kami akan mengadakan diskusi. Yang paling membuat saya tersenyum,
Andhika dan Vita berkenalan dengan seorang Ibu yang ternyata rumahnya searah
dengan Dhika dan Vita, maka minggu depan mereka janjian untuk jalan bareng
mengikuti Falun Dafa. Pak Eko menyita perhatian dengan cerita beliau dan
hal-hal yang beliau lewati saat mengalami banyak cobaan seperti mobilnya
ditabrak beliau tidak marah dan meberi senyum pada yang menabrak, beliau
percaya Falun Dafa yang mengintervensinya untuk Sabar. Apalagi saat Pak Eko
samapai di sebuah parkiran, beliau mengecek bagian belakang mobilnya yang
ditabrak kencang, dan kagetlah Pak Eko, tidak ada lecet sedikitpun. Pak Eko
bilang saat kita percaya, hal itu akan terjadi, dan beliau bilang kenapa nasib
saya bisa begini itu semua ada di Buku Zhuan Falun. Saya diharapkan membaca dan
saya akan baca.
Sungguh hati
saya tergetar, banyak orang berusaha mencapai Taman Kota 1 BSD, untuk mengikuti
acara ini. Sejauh jarak ditempuh, untuk memiliki badan sehat, jiwa sehat dan
mental kuat.
Semoga kita
semua selalu menjadi Zhen, Shan, Ren. Dan
tubuh kita terus berevolusi ke tingkat yang tinggi.
Sabbe Satta
Bhavantu Sukhitatta.
Aum
Swastiastu.
Namaste
*Foto 3 & 4 By Pak Gito.
0 comments: