My Adventure in 5 Country - Part 1
Ini adalah janji saya di status Facebook pada teman-teman, menuliskan perjalanan saya ke 5 Negara di Asia Tenggara. Sebab keterbatasan waktu dan dana, saya tidak bisa membelikan oleh-oleh, tetapi semoga tulisan ini menjadi memento tersendiri dan memberikan kehangatan di hati.
Banyak hal
yang akan saya ceritakan di sini, barangkali agar terlihat singkat, saya akan
membuat beberapa bagian. Di setiap bagian, cerita tentang satu negara yang saya
kunjungi, dan apa yang saya alami di sana. Dan di akhir bagian, saya akan
menuliskan Itinerary. So, inilah pengalaman saya.
PART 1
Preparing.
Dewi
Pramita, Editor Script Trans TV adalah orang yang paling cekatan, dalam banyak
hal. Sebab dia–lah Andhika dan saya bisa pergi ke luar Negari. Dewi telah membooking
tiket dari Febuari 2013, dan mendapatkan tiket harga murah. Ada satu hal yang
saya ingat dari kata-katanya; Traveler yang berhasil adalah mereka yang pergi
dengan budget minim, survive dan berhasil pulang. Maka Dewi telah mengajarkan
perjalanan ini untuk Survive di Negara orang dengan Budget minim. Dan lagi kami
akan 10 hari menempuh 5 negara.
Dari menukar
uang Rupiah ke Money Changer yang saat itu USD naik, itu membuat kita agak
hadeeehh, mahal banget. Lalu saya belanja keperluan, seperti: Tolak Angin 6 sachet,
sabun mandi, Energen 5 sachet, Minyak Angin Fresh Care, Bubur Instan 3, STMJ 5
sachet, Vitamin Ester-C 2 sachet, Roti, dan botol minum kecil, saya tidak
banyak bawa makanan, sebab pikir saya obat-obatan atau penjaga stamina lebih
penting, makanan bisa beli di sana, pun mahal yang penting makan nasi. Apalagi Andhika
sudah menjadi agen warung, dan ia berkata membawa banyak snack dan makanan, jadi
saya boleh nebeng ngemil.
Yang paling
hectic, saat itu Hari kedua Lebaran dan saya belum menukarkan uang Rupiah ke
Dollar. Saya bingung, haduh, mana budget saya hanya 3 juta rupiah. Alhasil
Andhika membantu mencari Money Changer terdekat dan berhasil menukarkan uang.
Jakarta -
Singapore
Persiapan lancar,
lalu tanggal 31 Juli 2014, kami berkumpul di Terminal 2. Perjalanan ke
Singapore lancar, sampai Di Changi Airport, kami mencari air minum yang
otomatis ada di sudut-sudut, mengisi botol air kami. Wifi di bandara luar biasa
kenceng! Saya puas mengupload foto di Instagram.
Dengan MRT, kami pergi ke
Orchid Park, ke tempat Singa berekor ikan yang menyemburkan air. Waktu kami
tidak begitu banyak hanya memiliki satu jam dan kembali menempuh ke Johor
Bahru, untuk menginap di Johor Bahru. Kami berfoto-foto ria, menikmati angin
semilir, aroma air, suasana yang riuh dengan lampu, orang-orang bule disekitar
kita, banyak berfoto dan ngobrol. Telinga saya banyak menangkap obrolan dari
orang lokal dan bule-bule dari berbagai Negara, saya tidak mengerti apa yang
mereka ucapkan tetapi yah saya disadarkan saya berada di Melting Pot Singapore.
Belum puas motret,
selfie (kebiasaan mental narsis) dan menikmati Merlion dari dekat, kami kembali
berlari, mengejar waktu, melewati lorong hotel, memasuki jalur bawah tanah, jalur
menyeberangi jalanan di atas kita. Dan kembali menaiki MRT. Menggunakan kartu
yang dibeli seharga 10 Singapore Dollar. Di dalam kereta, saya melihat banyak
orang lokal (kebanyakan tiong hoa), Melayu, Bule, bahkan ada yang duduk tepat
di sebelah saya telah menjadi warga Singapore, berasal dari Indonesia, mereka
ngomong gue-elo. Terbetik di pikiran saya, Singapore yang sistematis, dan rapi,
serta bersih, orang-orangnya seperti taat peraturan. Menjadikan suasana kota
ini begitu dingin, seperti frigid. Saya tidak menemukan energi meluap dari
kebudayaan Singapore. Atau waktu saya yang begitu sedikit, sebenarnya di
belahan Singapore lain ada kebudayaan tradisional yang belum saya lihat. Dan ini
juga jadi satu tujuan saya pergi ke negeri orang, melihat kebudayaan yang
mereka miliki. Akar dari kehidupan mereka.
Ada teman
saya mengatakan Singapore kota yang membosankan, Boring City, saking terlalu
canggihnya. Saya bilang ke dia, “Elo udah bolak-balik Singapore makanya bilang
begitu, nah gue, belom pernah.”
Tapi dari
suasana yang saya rasakan, ya, Singapore sangat modern dan melampui Jakarta,
hingga membuat saya merasa dingin pada Singapore.
Perjalanan
terus ditempuh, kami menggunakan bus untuk ke perbatasan Singapore dan
Malaysia. Dan jalanan begitu macet. Sedikit melelahkan. Tetapi saya
menyemangati diri, bahwa sampai hotel, mandi terus tidur.
To Be Continued, Part 2. . .
0 comments: