Cinta; Bukan Pink, Emping Atau Kucing
Nggak ada yang salah dengan cemilan bernama emping, dan hewan berbulu bernama kucing. Kedua hal itu sangat penting, bagi Tokting dan Daning. Tokting, pemuda bertubuh ceking, berambut keriting, hobi mancing, dan gila emping. Sedang Daning, gadis berparas cantik mirip Ayu ting-ting, paling sebel disuruh cuci piring, dan pecinta kucing.
Ajaibnya,
mereka berdua berpacaran dan memiliki tingkah yang rada sinting. Sayang mereka
tidak pernah bisa menghargai kekurangan masing-masing. Mereka selalu meributkan
hal-hal yang tidak penting, bikin orang-orang yang disekeliling mereka jadi pusing.
“Usir
jauh-jauh mahluk itu, Ning. Aku benci kucing!”
“Aku
juga benci ngelihat kamu malam minggu datang kok ngemilin emping!”
“Ya
udah aku pulang ajah, lagian kamu masih megang-megang kucing.”
“Gih
sonoh! Cowok kok kalau malming, bawaannya emping!”
Tandaslah
malam minggu Tokting dan Daning. Dalam hati Tokting dan Daning, pertengkaran
ini sebenarnya bikin pening. Kenapa juga meributkan emping dan kucing. Mereka
cuma cemilan dan hewan kesukaan masing-masing. Dulu awal Tokting bilang Cinta,
katanya Cinta mereka begitu Pink. Daning dibuat melayang tinggi oleh rayuan
maut Tokting.
Pada
suatu hari yang penting, Tokting dan Daning janjian di Kafe Ranting. Pemiliknya
Tony Sembiring, sahabat Tokting, yang orangnya benar-benar hebring. Pelukan hangat dan cipika-cipiki saat Tony menyambut
Tokting dan Daning. Segera dengan genit Tony Sembiring memamerkan permainan
baru di dekat lukisan merah di pojok dinding.
“Yey
berdua, coba deh mainkan permainan ini, bisa tuntaskan amarah yey, sebel, dan
pusing.” ujar Tony Sembiring mengedipkan mata sambil memberikan koin pada
Tokting dan Daning beberapa keping.
Tokting
dan Daning, begitu antusias melihat permainan itu adalah tenis bola pipih yang
mesinnya berlapis warna candy-pink. Ketika Tokting memasukkan koin dua keping,
sudah bersiap Daning. Serve pertama Tokting, bola pipih itu meluncur cepat di
atas meja pink. Dengan gesit Daning memukul balasan lesatan bola Tokting.
Kewalahan Tokting menerima luncuran bola Daning. Lalu meletuplah bunyi
‘Ping-Ping-Ping’ dan lampu berkerdip-kerdip dari mesin berdenting-denting. Bola
Daning masuk ke gawang Tokting.
“PIIINNGGG!”
sorak girang Daning.
Tentu
saja tidak terimalah Tokting, sebab dikalahkan oleh Daning. Dengan kesal Tokting
mendekati tas-nya yang teronggok di bawah meja, dan Daning menatap curiga,
jangan-jangan Tokting akan mengeluarkan—
Ya!
Toples imut berisi emping!
Daning
cemberut, “Kita nggak bisa nge-Ping lagi.”
“Kenapa?!”
Ketus Tokting.
“Seenaknya
kamu di depanku makan itu emping!”
“Makanya
besok kalau nge-ping lagi, bawa kamu punya kucing!”
Tony
Sembiring memerhatikan mereka sambil menaruh telunjuk di dahi, mereka
benar-benar miring! Dan yang bikin stres Tony Sembiring, “Hai Ton, kita mau
nge-Ping.” Maksudnya, setiap hari minggu mereka wajib menguasai permainan tenis
bola pipih di pojok dinding Kafe Ranting. Kadang yang menang Tokting, kadang
Daning. Lalu bila salah satu kalah, pasti mengeluarkan emping atau membuka
kandang berisi kucing! Dasar sinting!
Di
hari Valentine, Tokting datang membawakan cokelat buatannya dibungkus kertas
kado pink. Daning penuh bahagia memeluk Tokting. Jalan-jalanlah mereka
keliling-keliling. Melihat Monas, ke Kota Tua, dan pinggir pantai Ancol dengan
motor scoopy pink milik Tokting. Di pinggir pantai, Tokting menyuruh Daning
memakan cokelat yang wanginya bikin menetes liur Daning. Satu butir cokelat
masuk ke mulut Daning. Senyum penuh arti mengembang di bibir Tokting. Mendadak
bulu kuduk Daning merinding. Phuah! Meludahlah Daning.
“Apa
maksudmu, nyelipin emping dalam cokelat, supaya aku mati keracunan, Ting!”
“Daning,
sayang.” Ujar Tokting mengerjap-kerjapkan mata tanpa bersalah, “Aku ingin kamu
belajar sayang sama emping.”
“Makan
ajah nih sendiri, cokelat rasa emping!” Dentum Daning membuang semua cokelat
dalam wadah pink.
“Bisa
nggak sih kamu mengerti, Ning.” akhirnya Tokting meluapkan kekesalan hatinya,
“Aku capek-capek bikin supaya kamu belajar dan aku juga ingin belajar menyukai
kucing!”
Daning
menoleh sesaat, lalu pergi tanpa meninggalkan kata apapun pada Tokting. Tokting
terhenyak memandangi kepergian Daning. Bermingggu-minggu, Daning merasa Cinta
mereka ilfil, ilang feeling. Begitu
juga Tokting. Tidak ada kabar lewat sms, e-mail, wall post Facebook, ataupun chating.
Seolah mereka berdua tenggelam dalam hening.
Dua
minggu setelah Valentine, Tokting memberanikan diri datang ke rumah Daning.
Keduanya cuma bisa terdiam hening.
“Tidakkah
kamu sadar Ting, Cinta kita sudah kehilangan warna.” Cetus Daning.
“Maksudmu,
Cinta kita nggak lagi merah jambu?” Tanya Tokting.
“Iya
bisa jadi, Ting.”
“Kalau
begitu akan ku-cat Cinta kita dengan warna kuning.”
Tokting
dengan cepat meraih tangan Daning, “Maukah kamu memaafkan aku, Ning.”
Daning
mengernyitkan dahi, memerhatikan wajah tulus Tokting. Mata Tokting berbinar
bening. Tak kuasa, Daning segera memeluk Tokting, “Maafkan aku juga, Ting.”
“I love you, Ning.”
“I love you too, Ting.”
Valentine
sudah berlalu. Pink tak ada lagi. Sebab Cinta bukan Pink, Emping atau Kucing.
Mereka mengerti kini, bahwa Cinta adalah kebahagiaan Tokting dan Daning.[]
********
Jakarta, 03 Febuari 2012
Pemenang
Cerita Dadakan, Idea by Reni Erina, Editor in Chief Story Teenlit Magazine
(*Poster Re-Edit dari Poster Film The Ugly Truth)
(*Poster Re-Edit dari Poster Film The Ugly Truth)
0 comments: