Listen

My New Novel

Cinta; Bukan Pink, Emping Atau Kucing

1:48:00 AM Nikotopia 0 Comments



Nggak ada yang salah dengan cemilan bernama emping, dan hewan berbulu bernama kucing. Kedua hal itu sangat penting, bagi Tokting dan Daning. Tokting, pemuda bertubuh ceking, berambut keriting, hobi mancing, dan gila emping. Sedang Daning, gadis berparas cantik mirip Ayu ting-ting, paling sebel disuruh cuci piring, dan pecinta kucing.
Ajaibnya, mereka berdua berpacaran dan memiliki tingkah yang rada sinting. Sayang mereka tidak pernah bisa menghargai kekurangan masing-masing. Mereka selalu meributkan hal-hal yang tidak penting, bikin orang-orang yang disekeliling mereka jadi pusing. 
“Usir jauh-jauh mahluk itu, Ning. Aku benci kucing!”
“Aku juga benci ngelihat kamu malam minggu datang kok ngemilin emping!”
“Ya udah aku pulang ajah, lagian kamu masih megang-megang kucing.”
“Gih sonoh! Cowok kok kalau malming, bawaannya emping!”
Tandaslah malam minggu Tokting dan Daning. Dalam hati Tokting dan Daning, pertengkaran ini sebenarnya bikin pening. Kenapa juga meributkan emping dan kucing. Mereka cuma cemilan dan hewan kesukaan masing-masing. Dulu awal Tokting bilang Cinta, katanya Cinta mereka begitu Pink. Daning dibuat melayang tinggi oleh rayuan maut Tokting.
Pada suatu hari yang penting, Tokting dan Daning janjian di Kafe Ranting. Pemiliknya Tony Sembiring, sahabat Tokting, yang orangnya benar-benar hebring. Pelukan hangat dan cipika-cipiki saat Tony menyambut Tokting dan Daning. Segera dengan genit Tony Sembiring memamerkan permainan baru di dekat lukisan merah di pojok dinding.
“Yey berdua, coba deh mainkan permainan ini, bisa tuntaskan amarah yey, sebel, dan pusing.” ujar Tony Sembiring mengedipkan mata sambil memberikan koin pada Tokting dan Daning beberapa keping.
Tokting dan Daning, begitu antusias melihat permainan itu adalah tenis bola pipih yang mesinnya berlapis warna candy-pink. Ketika Tokting memasukkan koin dua keping, sudah bersiap Daning. Serve pertama Tokting, bola pipih itu meluncur cepat di atas meja pink. Dengan gesit Daning memukul balasan lesatan bola Tokting. Kewalahan Tokting menerima luncuran bola Daning. Lalu meletuplah bunyi ‘Ping-Ping-Ping’ dan lampu berkerdip-kerdip dari mesin berdenting-denting. Bola Daning masuk ke gawang Tokting.
“PIIINNGGG!” sorak girang Daning.
Tentu saja tidak terimalah Tokting, sebab dikalahkan oleh Daning. Dengan kesal Tokting mendekati tas-nya yang teronggok di bawah meja, dan Daning menatap curiga, jangan-jangan Tokting akan mengeluarkan—
Ya! Toples imut berisi emping!
Daning cemberut, “Kita nggak bisa nge-Ping lagi.”
“Kenapa?!” Ketus Tokting.
“Seenaknya kamu di depanku makan itu emping!”
“Makanya besok kalau nge-ping lagi, bawa kamu punya kucing!”
Tony Sembiring memerhatikan mereka sambil menaruh telunjuk di dahi, mereka benar-benar miring! Dan yang bikin stres Tony Sembiring, “Hai Ton, kita mau nge-Ping.” Maksudnya, setiap hari minggu mereka wajib menguasai permainan tenis bola pipih di pojok dinding Kafe Ranting. Kadang yang menang Tokting, kadang Daning. Lalu bila salah satu kalah, pasti mengeluarkan emping atau membuka kandang berisi kucing! Dasar sinting!
Di hari Valentine, Tokting datang membawakan cokelat buatannya dibungkus kertas kado pink. Daning penuh bahagia memeluk Tokting. Jalan-jalanlah mereka keliling-keliling. Melihat Monas, ke Kota Tua, dan pinggir pantai Ancol dengan motor scoopy pink milik Tokting. Di pinggir pantai, Tokting menyuruh Daning memakan cokelat yang wanginya bikin menetes liur Daning. Satu butir cokelat masuk ke mulut Daning. Senyum penuh arti mengembang di bibir Tokting. Mendadak bulu kuduk Daning merinding. Phuah! Meludahlah Daning.
“Apa maksudmu, nyelipin emping dalam cokelat, supaya aku mati keracunan, Ting!”
“Daning, sayang.” Ujar Tokting mengerjap-kerjapkan mata tanpa bersalah, “Aku ingin kamu belajar sayang sama emping.”
“Makan ajah nih sendiri, cokelat rasa emping!” Dentum Daning membuang semua cokelat dalam wadah pink.
“Bisa nggak sih kamu mengerti, Ning.” akhirnya Tokting meluapkan kekesalan hatinya, “Aku capek-capek bikin supaya kamu belajar dan aku juga ingin belajar menyukai kucing!”
Daning menoleh sesaat, lalu pergi tanpa meninggalkan kata apapun pada Tokting. Tokting terhenyak memandangi kepergian Daning. Bermingggu-minggu, Daning merasa Cinta mereka ilfil, ilang feeling. Begitu juga Tokting. Tidak ada kabar lewat sms, e-mail, wall post Facebook, ataupun chating. Seolah mereka berdua tenggelam dalam hening.
Dua minggu setelah Valentine, Tokting memberanikan diri datang ke rumah Daning. Keduanya cuma bisa terdiam hening.
“Tidakkah kamu sadar Ting, Cinta kita sudah kehilangan warna.” Cetus Daning.
“Maksudmu, Cinta kita nggak lagi merah jambu?” Tanya Tokting.
“Iya bisa jadi, Ting.”
“Kalau begitu akan ku-cat Cinta kita dengan warna kuning.”
Tokting dengan cepat meraih tangan Daning, “Maukah kamu memaafkan aku, Ning.”
Daning mengernyitkan dahi, memerhatikan wajah tulus Tokting. Mata Tokting berbinar bening. Tak kuasa, Daning segera memeluk Tokting, “Maafkan aku juga, Ting.”
I love you, Ning.”
I love you too, Ting.”
Valentine sudah berlalu. Pink tak ada lagi. Sebab Cinta bukan Pink, Emping atau Kucing. Mereka mengerti kini, bahwa Cinta adalah kebahagiaan Tokting dan Daning.[]
********

Jakarta, 03 Febuari 2012
Pemenang Cerita Dadakan, Idea by Reni Erina, Editor in Chief Story Teenlit Magazine
(*Poster Re-Edit dari Poster Film The Ugly Truth)

0 comments: