Sinar Hydrogen Menghantam Bumi, Tapi Ini ternyata Cuma----
(Gambar diunduh dari google gambar, keyword: Laser beam to earth)
Awalnya
tidak ada kepanikan, di luar cerah, tidak mendung. Hari itu saya dan Ibu saya
masih menjalani rutinitas seperti biasa.
Samar-samar
saya duduk di kursi kerja saya, dan masih menulis di atas Cera (Netbook
saya), telinga saya menangkap bunyi: piring beradu di bak cuci piring. Itu pertanda
Ibu saya begitu sibuk beberes rumah.
Saya keluar
rumah, dan di depan pagar hitam terjadi keramaian, tetangga banyak yang keluar
rumah dan ekspresi wajahnya gelisah. Saya berlari masuk ke rumah dan mengatakan
pada Ibu saya, bahwa di depan rumah ramai sekali. Kami pun keluar rumah
bersama. Kali ini keramaian warga yang gelisah tergantikan suasana yang lebih parah. Mendung,
angin kencang bertiup membawa ribuan partikel debu yang bisa membuat matamu
kelilipan. Suasana begitu kelam gelap. Seperti hendak kedatangan badai.
Saya
bertanya pada salah satu tetangga ada apa? Ia bilang ada penyinaran Hydrogen
dari luar angkasa. Hydrogen? Apaan tuh saya bertanya. Ia membalas bahwa wilayah
Bogor yang akan terkena hantaman sinar Hydrogen, dan wilayah Bogor sudah diungsikan, kita termasuk yang kena efeknya.
Saya membayangkan ada meteor jatuh ke bumi meluluh-lantakan Bogor, dan tempat saya terkena imbasnya. Tetangga saya itu pun berlari pergi meninggalkan kami, bersama banyak orang yang pergi.
Untuk sesaat
saya melihat tetangga saya yang lain. Hari makin malam, rasanya cepat sekali.
Saya mendengar suara berita di televisi. Yang mengatakan Sinar Hydrogen tidak
lama lagi akan menghantam bumi.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Laser beam to earth)
Saya bisa melihat kepasrahan dalam wajah tetangga saya, ada yang bertahan di rumah masing-masing. Ada yang masih ribut pergi dari perumahan mungil ini.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Laser beam to earth)
Saya bisa melihat kepasrahan dalam wajah tetangga saya, ada yang bertahan di rumah masing-masing. Ada yang masih ribut pergi dari perumahan mungil ini.
Lalu saya
menoleh menatap wajah Ibu saya yang seolah tidak mengetahui akan terjadi
hantaman sinar Hydrogen dari luar angkasa.
Saya memegang
bahunya, dan mengatakan padanya.
“Kita harus
segera pergi dari sini, Ma.” Dentum saya. Suara-suara ribut di belakang saya
semakin riuh.
“Mama
disini, aja, jaga rumah.” Jawab Ibu saya datar.
Saya
terbelalak tidak memercayai apa yang Ibu saya katakan.
“Apa?!
Mama gila yah! Mama mau mati kena Sinar Hydrogen!” Pekik saya marah.
Saya tidak
mau meninggalkan Ibu saya sendirian. Saya masih punya cinta pada orang tua,
saya tidak mau Ibu saya mati di rumah masa kecil saya. Terlalu banyak kenangan
baik dan buruk yang berkelindan menjadi satu.
“Ayo,
ma kita pergi sekarang! Aku nggak mau mati disini!”
Ibu
saya menggeleng. Saya kesal bukan main, dan mengerang menyatakan bahwa saya
tidak suka dengan sikap Ibu saya.
Tetapi
ketika saya melihat sekeliling, dunia yang saya lihat memburam. Suara seperti
menjauh, saya menoleh ke arah Ibu saya. Ibu saya sudah tidak ada, ia tidak
berdiri di hadapan saya. Teras depan saya memecah menjadi debu-debu berterbangan ditiup angin.
Saya
panik.
Lalu.
Bunyi
dering ponsel saya. Bisa saya dengar suara erangan malas keluar dari mulut saya
yang bau dan gigi begitu tebal seperti dilapisi mentega.
Saya
mengerjapkan mata, cahaya kaca di atas langit-langit kamar sudah terang. Bunyi dering ponsel
itu terus mengalun, memaksa saya untuk bangun.
Badan saya
pegal semua, keringat basah di leher. Saya bangun dan membuka kelambu, lalu
meraih ponsel saya.
Di layar
ada wajah Ibu saya tersenyum.
Saya
menggeser layar dengan jari jempol untuk tersambung dengan Ibu saya.
“Apa,
Ma?”
“Mama
di depan Wtc, jemput yah.”
“Aduh entar
dulu aku baru bangun. Tunggu disitu! Aku cuci muka sikatan dulu!” cetus saya.
“Iya...”
Jawab suara sabar Ibu saya.
Saya
mematikan sambungan telepon. Mata masih berat untuk sadar penuh, ngantuk memang
kurang ajar masih menempel di seluruh badan. Meminta saya kembali ke tempat
tidur. Saya malas sekali. Namun denging mimpi tentang kekacauan di perumahan
saya masih terasa di kepala. Samar-samar bayangan mimpi itu masih ada di sana. Saat
saya sikat gigi, denging mimpi itu perlahan lindap. Seperti noda pada baju yang
dicuci, ia memudar, perlahan tapi pasti.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: The 5th Wave Poster)
Mimpi yang aneh. Mungkin simbolik. Mimpi ini mengingatkan saya pada Trailer Film The 5th Wave. Tapi Novelnya belum saya baca. Ah, lebih tepatnya suasana mimpi saya seperti Novel Cormac Mccharty The Road, saya juga sudah melihat Filmnya. Persis sekali. Sangat Dystopia.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: The 5th Wave Poster)
Mimpi yang aneh. Mungkin simbolik. Mimpi ini mengingatkan saya pada Trailer Film The 5th Wave. Tapi Novelnya belum saya baca. Ah, lebih tepatnya suasana mimpi saya seperti Novel Cormac Mccharty The Road, saya juga sudah melihat Filmnya. Persis sekali. Sangat Dystopia.
Mimpi-mimpi
saya belakangan sering sekali yang Distopia. Semoga hanya mimpi saja. Tetapi bila
saya melihat sekeliling saya, jalanan yang sering saya lewati. Yang saya lihat,
masalah sampah itu Distopia pertama yang sangat fatal. Gaya hidup kita harus
diubah. Seringnya kita membuang sampah sembarangan, dipinggir jalan Sampah
menumpuk dari sebuah perkampungan, dan tidak ada truk sampah yang mengakutnya.
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Dystopia)
(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Dystopia)
Masyarakat
kita masih tertidur, belum terbangun sepenuhnya. Belum sadar, Bumi hanya satu. Dan
Bumi juga mahluk Hidup. Bumi ini Hidup! Tanah adalah daging Bumi. Pohon bisa
tumbuh berkat bumi, apa yang ditanam di Bumi pasti tumbuh. Masih belum sadar
bahwa Bumi juga mahluk Hidup, sama seperti kita. Cintailah Bumi dengan begitu
kita menghargainya.
Catatan
ini adalah mimpi yang terjadi semalam.
10.12.2015
NB: Saya sehabis menuliskan ini mencari tahu tentang hydrogen. pengetahuan saya mengatakan Hyrogen itu gas yang ringan. Maka saya mencarinya secara detil.
Klik sini --->Hydrogen Wikipedia
Juga yang ini --->Hydrogen
Semoga menambah referensi tentang Hydrogen.
0 comments: