Listen

My New Novel

Sinar Hydrogen Menghantam Bumi, Tapi Ini ternyata Cuma----

7:41:00 PM Nikotopia 0 Comments

(Gambar diunduh dari google gambar, keyword: Laser beam to earth)

Awalnya tidak ada kepanikan, di luar cerah, tidak mendung. Hari itu saya dan Ibu saya masih menjalani rutinitas seperti biasa.

Samar-samar saya duduk di kursi kerja saya, dan masih menulis di atas Cera (Netbook saya), telinga saya menangkap bunyi: piring beradu di bak cuci piring. Itu pertanda Ibu saya begitu sibuk beberes rumah.

Saya keluar rumah, dan di depan pagar hitam terjadi keramaian, tetangga banyak yang keluar rumah dan ekspresi wajahnya gelisah. Saya berlari masuk ke rumah dan mengatakan pada Ibu saya, bahwa di depan rumah ramai sekali. Kami pun keluar rumah bersama. Kali ini keramaian warga yang gelisah tergantikan suasana yang lebih parah. Mendung, angin kencang bertiup membawa ribuan partikel debu yang bisa membuat matamu kelilipan. Suasana begitu kelam gelap. Seperti hendak kedatangan badai.

Saya bertanya pada salah satu tetangga ada apa? Ia bilang ada penyinaran Hydrogen dari luar angkasa. Hydrogen? Apaan tuh saya bertanya. Ia membalas bahwa wilayah Bogor yang akan terkena hantaman sinar Hydrogen, dan wilayah Bogor sudah diungsikan, kita termasuk yang kena efeknya.

Saya membayangkan ada meteor jatuh ke bumi meluluh-lantakan Bogor, dan tempat saya terkena imbasnya. Tetangga saya itu pun berlari pergi meninggalkan kami, bersama banyak orang yang pergi.

Untuk sesaat saya melihat tetangga saya yang lain. Hari makin malam, rasanya cepat sekali. Saya mendengar suara berita di televisi. Yang mengatakan Sinar Hydrogen tidak lama lagi akan menghantam bumi.

(Gambar diunduh dari Google, Keyword: Laser beam to earth)
 

Saya bisa melihat kepasrahan dalam wajah tetangga saya, ada yang bertahan di rumah masing-masing. Ada yang  masih ribut pergi dari perumahan mungil ini.

Lalu saya menoleh menatap wajah Ibu saya yang seolah tidak mengetahui akan terjadi hantaman sinar Hydrogen dari luar angkasa.

Saya memegang bahunya, dan mengatakan padanya.
“Kita harus segera pergi dari sini, Ma.” Dentum saya. Suara-suara ribut di belakang saya semakin riuh.
“Mama disini, aja, jaga rumah.” Jawab Ibu saya datar.

Saya terbelalak tidak memercayai apa yang Ibu saya katakan.
“Apa?! Mama gila yah! Mama mau mati kena Sinar Hydrogen!” Pekik saya marah.

Saya tidak mau meninggalkan Ibu saya sendirian. Saya masih punya cinta pada orang tua, saya tidak mau Ibu saya mati di rumah masa kecil saya. Terlalu banyak kenangan baik dan buruk yang berkelindan menjadi satu.

“Ayo, ma kita pergi sekarang! Aku nggak mau mati disini!”

Ibu saya menggeleng. Saya kesal bukan main, dan mengerang menyatakan bahwa saya tidak suka dengan sikap Ibu saya.

Tetapi ketika saya melihat sekeliling, dunia yang saya lihat memburam. Suara seperti menjauh, saya menoleh ke arah Ibu saya. Ibu saya sudah tidak ada, ia tidak berdiri di hadapan saya. Teras depan saya memecah menjadi debu-debu berterbangan ditiup angin.

Saya panik.

Lalu.

Bunyi dering ponsel saya. Bisa saya dengar suara erangan malas keluar dari mulut saya yang bau dan gigi begitu tebal seperti dilapisi mentega.
Saya mengerjapkan mata, cahaya kaca di atas langit-langit kamar sudah terang. Bunyi dering ponsel itu terus mengalun, memaksa saya untuk bangun.

Badan saya pegal semua, keringat basah di leher. Saya bangun dan membuka kelambu, lalu meraih ponsel saya.
Di layar ada wajah Ibu saya tersenyum.

Saya menggeser layar dengan jari jempol untuk tersambung dengan Ibu saya.
“Apa, Ma?”

“Mama di depan Wtc, jemput yah.”

“Aduh entar dulu aku baru bangun. Tunggu disitu! Aku cuci muka sikatan dulu!” cetus saya.

“Iya...” Jawab suara sabar Ibu saya.

Saya mematikan sambungan telepon. Mata masih berat untuk sadar penuh, ngantuk memang kurang ajar masih menempel di seluruh badan. Meminta saya kembali ke tempat tidur. Saya malas sekali. Namun denging mimpi tentang kekacauan di perumahan saya masih terasa di kepala. Samar-samar bayangan mimpi itu masih ada di sana. Saat saya sikat gigi, denging mimpi itu perlahan lindap. Seperti noda pada baju yang dicuci, ia memudar, perlahan tapi pasti. 

(Gambar diunduh dari Google, Keyword: The 5th Wave Poster) 

Mimpi yang aneh. Mungkin simbolik. Mimpi ini mengingatkan saya pada Trailer Film The 5th Wave. Tapi Novelnya belum saya baca. Ah, lebih tepatnya suasana mimpi saya seperti Novel Cormac Mccharty The Road, saya juga sudah melihat Filmnya. Persis sekali. Sangat Dystopia.

Mimpi-mimpi saya belakangan sering sekali yang Distopia. Semoga hanya mimpi saja. Tetapi bila saya melihat sekeliling saya, jalanan yang sering saya lewati. Yang saya lihat, masalah sampah itu Distopia pertama yang sangat fatal. Gaya hidup kita harus diubah. Seringnya kita membuang sampah sembarangan, dipinggir jalan Sampah menumpuk dari sebuah perkampungan, dan tidak ada truk sampah yang mengakutnya. 

 (Gambar diunduh dari Google, Keyword: Dystopia)

Masyarakat kita masih tertidur, belum terbangun sepenuhnya. Belum sadar, Bumi hanya satu. Dan Bumi juga mahluk Hidup. Bumi ini Hidup! Tanah adalah daging Bumi. Pohon bisa tumbuh berkat bumi, apa yang ditanam di Bumi pasti tumbuh. Masih belum sadar bahwa Bumi juga mahluk Hidup, sama seperti kita. Cintailah Bumi dengan begitu kita menghargainya.

Catatan ini adalah mimpi yang terjadi semalam.
10.12.2015

NB: Saya sehabis menuliskan ini mencari tahu tentang hydrogen. pengetahuan saya mengatakan Hyrogen itu gas yang ringan. Maka saya mencarinya secara detil. 

Klik sini --->Hydrogen Wikipedia
Juga yang ini --->Hydrogen
Semoga menambah referensi tentang Hydrogen.


0 comments: